MENGENAL DIABETES MELLITUS
Kamis, 30 Desember 2010
Pada tahun 1552 SM di Mesir telah dikenal suatu penyakit yang ditandai dengan banyak dan sering kencing atau buang air seni (poliuria) dan disertai dengan penurunan berat badan yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Kemudian pada tahun 400 SM, seorang penulis dari India Sushratha menamakan penyakit tersebut sebagai penyakit kencing madu. Sedangkan oleh Aretaeus pada tahun 200 SM memberikan nama diabetes yang berarti mengalir terus dan mellitus yang berarti manis. Biasanya pasien minum terus (polidipsi) dan banyak yang kemudian “mengalir” terus menjadi air seni. Disebut mellitus juga karena urin pasien ini mengandung gula.
Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur dan sosio-ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan angka prevalensi sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun dapat mengidap Diabetes mellitus. Bahkan pada suatu penelitian epidemiologis terakhir di Kota Manado, didapatkan angka prevalensi sebesar 6,1%. Jika jumlah penduduk di Sulawesi Utara yang berusia lebih dari 15 tahun sekarang ini mencapai 1 juta jiwa maka terdapat 61000 orang yang menderita Diabetes mellitus (DM). Sekalipun jumlah pasien DM ini cukup banyak namun penyakit ini bukanlah merupakan suatu penyakit yang harus sangat ditakuti. Pasien DM dapat hidup dengan normal seperti orang sehat asalkan mendapatkan penanganan dan pengelolaan yang baik. Sebagai contoh Theodore Ryder yang menderita DM sejak berusia 5 tahun dan harus mendapatkan insulin seumur hidupnya. Namun Ia masih dapat bertahan hidup hingga di akhir ujung usianya 76 tahun (1993). Ia merupakan salah satu pasien dari sejumlah orang yang pertama kali menggunakan insulin setelah ditemukannya obat ini pada tahun 1921 oleh dokter Banting dan dokter Best. Akan tetapi bila penyakit Diabetes Mellitus (DM) tidak ditangani dengan baik, maka akan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit komplikasi yang berat dan akan menyerang bermacam-macam organ lainnya di dalam tubuh kita sehingga memerlukan biaya perawatan yang sangat tinggi bahkan dapat menyebabkan kematian yang fatal.
Nah..., sekarang Anda telah mengenal dan mengetahui tentang pentingnya penyakit Diabetes mellitus dalam kehidupan kita masing-masing kan? Namun jangan kecewa dan jangan takut. Karena penyakit ini masih dapat ditangani. Asalkan kita dapat mengelola dan menanganinya dengan baik setiap hari, maka kemungkinan untuk terjadinya penyakit Diabetes Mellitus ini sangat kecil sekali.
Silahkan Click disini untuk melihat document dari microsoft word
MI-PENANGANAN PAHA KODOK DEKONTAMINASI Salmonella PADA INDUSTRI
Selasa, 28 Desember 2010
PENANGANAN PAHA KODOK DEKONTAMINASI Salmonella PADA INDUSTRI
Salah satu komoditi hasil perikanan Indonesia yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan devisa negara maupun sebagai sumber pendapatan bagi petani adalah paha kodok beku. Paha kodok beku termasuk komoditi ekspor perikanan yang diharapkan menjadi primadona setelah udang.
Masalah utama yang dihadapi pada penanganan kodok adalah tingginya kandungan bakteri pada kodok, khususnya bakteri yang dapat membahayakan kesehatan manusia antara lain E.coli dan Salmonella.
Salmonella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang yang dapat hidup secara anaerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Salmonella biasanya bersifat motil dengan flagella peritrikus. Disamping itu mempunyai sifat katalase positif, oksidasi negatif dan dapat memfermentasikan glukosa.
Besar kemungkinan daging paha kodok akan tercemar oleh bakteri Salmonella pada saat penanganan, penyiangan, dan persiapan pembekuan (Ilyas, 1983). Masalah lain sehingga terjadi kontaminasi oleh bakteri patogen seperti Salmonella dan Coliform pada paha kodok adalah masalah habitat dan lingkungan dimana kodok hidup, yaitu tempat-tempat kotor yang telah tercemar kotoran manusia dan hewan.
Dengan mendekontaminasi bakteri Salmonella pada paha kodok maka metode perlakuan pemanasan, pembekuan, iradiasi serta khlorinasi sudah dapat membunuh ataupun mengenyahkan bakteri tersebut sehingga nantinya akan diperoleh nilai ekspor yang cukup tinggi.
Dewasa ini protein ikan mensuplai sekitar 75% dari protein hewani yang dikonsumsi Indonesia. Disamping itu, hasil perikanan merupakan sumber pendapatan bagi berjuta-juta nelayan, petani ikan, pengolah serta pedagang ikan. Perikanan bertindak pula sebagai salah satu pengikat yang mempersatukan wilayah kepulauan Indonesia sesuai Wawasan Nusantara.
Salah satu komoditi hasil perikanan Indonesia yang mempunyai peranan penting baik untuk meningkatkan devisa negara maupun sebagai sumber pendapatan bagi petani adalah paha kodok beku. Paha kodok termasuk ekspor dari sektor perikanan yang diharapkan menjadi primadona setelah udang.
Jenis kodok yang biasa diperdagangkan antara lain : kodok hijau (Rana macrodon), kodok sawah (Rana cancrivora), kodok rawa (Rana limnocharis), kodok batu (Rana musholim), dan kodok lembu (Rana catesbeiana).
Masalah utama yang dihadapi pada penanganan paha kodok adalah tingginya kandungan bakteri pada paha kodok, khususnya bakteri yang dapat membahayakan kesehatan manusia antara lain Escherichia coli dan Salmonella.
Salmonella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang yang dapat hidup secara anaerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Salmonella biasanya bersifat motil dengan flagella peritrikus. Disamping itu mempunyai sifat katalase positif, oksidase negatif, dan dapat memfermentasikan glukosa (Fardiaz, 1983).
Di Indonesia, letusan yang disebabkan oleh Salmonella sudah cukup banyak dilaporkan secara resmi, tetapi di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, telah banyak dilaporkan mengenai letusan Salmonella, meskipun persentase jumlah yang dilaporkan mungkin masih terlalu kecil. Salmonella dapat menyebabkan gejala yang fatal, tetapi bila penderita cepat mendapatkan pertolongan, kefatalannya biasanya kurang dari 0,30%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari hasil tangkapan di sekitar Pamanukan, Jawa Barat ternyata kodok hidup mengandung Salmonella terutama pada organ kulit dan intestinnya, sehingga apabila penanganannya yang kurang baik sejak penangkapan, pengkulitan, pencucian, dan pembekuan maka paha kodok beku yang diekspor akan terkontaminasi Salmonella. Jenis Salmonella yang teridentifikasi pada paha kodok adalah Salmonella arizona dan Salmonella parathypi B.
Pada umumnya daging kodok merupakan makanan yang enak, dan kebanyakan merupakan masakan Cina. Karena daging kodok disukai maka kodok banyak ditangkap. Dagingnya banyak diekspor ke beberapa negara terutama ke Jepang. Daging kodok banyak terdapat pada bagian pahanya. Oleh karena itu, pada preparasi untuk pengolahan dan pembekuan hanya pahanya saja yang diambil, selebihnya termasuk kepalanya dibuang. Sebagai bahan pangan, daging kodok merupakan sumber protein dengan kandungan lemak yang rendah (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Daging Paha Kodok
No. | Zat Makanan | Jumlah |
1. | Protein | 16,6% |
2. | Lemak | 0,3% |
3. | Hidrat Arang (Karbohidrat) | 18,0% |
4. | Garam Kalsium | 147 mg/100 gr daging |
5. | Phospor | 1,1 mg/100 gr daging |
6. | Vitamin B1 | 0,14 mg/100 gr daging |
Sumber : Prastyati (1984) dalam Hadiwiyoto (1993)
Untuk memperbaiki mutu paha kodok beku, perlu memperhatikan prosedur penanganannya. Bahkan penanganan paha kodok beku perlu memperhatikan penanganan sesudah ditangkap, pemotongan, pengkulitan, dan pemotongan cakar, serta penyiapan dan pembekuan di pabrik pembekuan (Gambar 1).
2.1. Penanganan Sesudah Ditangkap
Penanganan kodok dilakukan secara hati-hati agar tubuh tidak memar, terluka atau tertusuk oleh benda tajam.
a. Kodok dicuci bersih dari kotoran. Untuk mengurangi bakteri pada yang menempel pada permukaan tubuh maka dilakukan penyemprotan dengan air bersih mengalir selama lima menit.
b. Kodok dikarantina dalam air bersih mengalir selama 24 jam maksudnya untuk membersihkan kotoran dari dalam tubuh kodok.
c. Kodok direndam dalam larutan garam NaCl 10% selama 15 menit, dengan maksud untuk melemaskan tubuhnya sehingga tidak terlalu banyak berontak ketika kepala dan pinggangnya dipotong.
d. Kodok didesinfeksikan dengan cara merendamnya ke dalam larutan khlor 250 ppm selama 1-2 menit.
Selain itu air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan setidak-tidaknya harus memenuhi standar mutu yang diperlukan untuk air minum. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya.
2.2. Pemotongan
Setelah mengalami pencucian, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Dilakukan di bagian pinggang untuk memperoleh paha kodok. Kemudian paha berkulit disemprot dengan air mengalir selama 0,5 menit, untuk menghilangkan darah, kotoran, dan bakteri.
b. Paha berkulit didensifeksi dengan cara merendamnya dalam larutan khlor 200 ppm selama 1-2 menit.
Susanto (1989) menyatakan bahwa pemotongan dilakukan pada daerah kepala dibawah, lubang telinga dengan menggunakan pisau yang tajam, yang sebelumnya sudah dibebashamakan. Kepala yang sudah terpenggal harus dibuang pada tempat sampah khusus. Pemotongan di daerah kepala ini dimaksudkan untuk mencegah tertumpahnya isi perut. Selanjutnya saluran usus diangkat ke atas sejauh mungkin untuk menghindari usus dan sebagian isi perutnya tertumpah. Bersamaan dengan itu, pahanya dipotong dengan mengikatkan sebagian pinggulnya. Badan kodok yang tidak dipakai dibuang ke dalam tempat sampah.
Dalam mengolah paha kodok, pengolah hanya dapat memperkecil bahaya kontaminasi dengan melakukan praktek sanitasi yang baik terutama pada saat pemotongan, pengkulitan, dan penyiangan paha, sehingga Salmonella yang terdapat pada kulit dan saluran pencernaan makanan tidak akan mengkontaminasi produk akhir.
2.3. Pengkulitan dan Pemotongan Cakar
Paha kodok yang masih berkulit tersebut dikeluarkan kulitnya. Pengkulitan dimulai dari bagian pinggul sampai ke paha dan kaki. Setelah itu dilakukan pemotongan jari kaki atau cakar.
Setelah melewati pengkulitan dan pemotongan cakar, dilanjutkan dengan beberapa tahapan, yaitu :
a. Paha tanpa kulit dicuci dengan penyemprotan air bersih selama 0,5 menit. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan darah, kotoran, dan bakteri.
b. Paha tanpa kulit direndam dalam larutan yang mengandung khlor 20 ppm, garam NaCl 3%, dan hancuran es selama 20 menit, dengan tujuan untuk membersihkan darah.
Dalam kegiatan pengkulitan dan pemotongan cakar ini, sisa-sisa olahan seperti kulit dan cakar harus segera dipisahkan jauh dari tempat pengolahan dan dikumpulkan pada suatu tempat untuk dimusnahkan atau digunakan untuk tujuan lain yang mungkin dapat dimanfaatkan. Namun harus memperhatikan kondisi-kondisi tertentu yang tidak menyebabkan kontaminasi bakteri Salmonella kemabli bagi manusia atau para pekerja itu sendiri.
2.4. Penyiapan dan Pembekuan
Sebelum paha kodok tersebut dibekukan maka dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Paha kodok disortasi menurut ukuran dan dipisahkan menurut golongan mutu (grade).
b. Paha kodok dicuci bersih dengan air selama 0,5 menit.
c. Paha kodok didesinfeksikan dengan menggunakan larutan khlor 200 ppm dengan menambahkan hancuran es selama 15 menit, hal ini bertujuan untuk mengenyahkan bakteri.
d. Paha kodok disemprot dengan air bersih selama 0,5 menit, dengan tujuan untuk menghilangkan sisa-sisa khlor.
e. Paha kodok direndam kembali dalam larutan khlor 20 ppm yang ditambah hancuran es selama 1-2 menit dan diulang sebanyak 3 kali.
f. Siap untuk dipasarkan segar atau dibekukan.
Pembekuan dikerjakan dengan memasukkan wadah-wadah yang sudah berisi paha kodok ke dalam alat pembeku. Berbagai macam alat pembeku dapat digunakan misalnya “contact plate freezer” atau “air blast freezer”. Ada beberapa macam metode pembekuan selain yang dijelaskan diatas yaitu “sharp freezer”, “immersion freezer”, dan “cryogenic freezer”. Suhu pembekuan untuk paha kodok adalah 30ºC-40ºC di bawah titik beku air dengan waktu kurang lebih 8 jam, dan suhu pusat produk adalah -18ºC. Dengan demikian paha kodok akan membeku di dalam wadahnya. Setelah pembekuan, kemudian dilakukan pengemasan dalam wadah yang lebih besar. Beberapa wadah berisi paha kodok beku dimasukkan ke dalam wadah yang besar. Di bagian luar wadah diberi label yang menerangkan isinya. Kemasan diikat kuat kemudian dimasukkan ke dalam gudang penyimpanan dingin (cold storage) menunggu untuk dipasarkan atau diekspor. Suhu ruang penyimpanan dijaga cukup rendah yaitu -20ºC dan dijaga konstan untuk mencegah jangan sampai terjadi kerusakan pada daging paha kodok yang dibekukan.
Gambar 1. Proses Penanganan Paha Kodok
KONTAMINASI Salmonella PAHA KODOK
Dalam perkembangan ekspor paha kodok selama ini terjadi fluktuasi dalam volume dan nilai disebabkan terjadi penolakan dari negara pengimpor maupun pemanfaatan sumber daya yang tidak terkontrol. Penolakan produk ini oleh importir disebabkan karena paha kodok dari Indonesia mengandung bakteri patogen khususnya Salmonella (Tambunan dan Suparno, 1992).
Menurut Peranginangin dan Tambunan (1982), bahwa pada persyaratan yang telah ditentukan oleh negara pengimpor yaitu tidak diperkenankan terdapat satu sel bakteri Salmonella pada paha kodok. Dengan demikian apabila paha kodok beku terdapat bakteri ini maka seluruh lot paha kodok tersebut dapat ditolak (Klaim).
Lingkungan dimana kodok mencari makanannya dan berkembang biak merupakan tempat yang banyak mengandung kotoran. Tambunan (1985) mengemukakan bahwa kotoran-kotoran tersebut berasal dari pembuangan sampah penduduk dan hewan piaraan yang berkeliaran disana. Dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk juga dapat merupakan sumber kontaminasi dari bakteri Salmonella pada kodok. Semakin padat pnduduk, maka jumlah kodok yang terkontaminasi oleh bakteri ini semakin banyak.
Tambunan dan Poerwadi (1975) menyatakan bahwa pada kodok hidup terdapat kemungkinan adanya bakteri Salmonella pada bagian kulit adalah 4–16%, bagian usus 10-26%, dan pada bagian paha sekitar 3-14%. Dan hal ini pula telah mereka lakukan pada kodok yang dikarantina menurut metode yang telah diterapkan dalam penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapatnya Salmonella pada kulit sebesar 7-21%, dan intestin sebesar 18-36%. Dengan demikian metode yang telah diterapkan adalah tidak efektif dalam usaha menurunkan atau memusnahkan penularan Salmonella. Adanya Salmonella pada paha kodok disebabkan antara lain oleh kontaminasi selama penanganan atau pengolahan (Soetanto dan Poerwadi, 1979).
Menurut Suparno dan Heruwati (1974), mutu raw material kodok dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yang terpenting adalah lingkungan hidup di alam termasuk didalamnya mutu air dari perairan (misal air irigasi) dimana kdok ditangkap dan keadaan perkampungan penduduk. Karena itu flora bakteri pada kodok yang diolah tidak hanya tergantung pada cara pengolahan saja tetapi perbedaan-perbedaan individual flora bakteri tergantung juga pada raw material dimana kodok ditangkap.
DEKONTAMINASI Salmonella PADA PAHA KODOK
Kemungkinan masih terdapatnya bakteri Salmonella pada produk akhir adalah sebagai akibat penanganan yang kurang baik sejak penangkapan, terutama pada waktu pemotongan dan pencucian. Dapat juga terjadi akibat kontaminasi silang dari produk-produk yang tercemar apalagi kalau diolah pada pabrik yang sama. Adapun cara-cara untuk mendekontaminasikan Salmonella pada paha kodok adalah sebagai berikut :
4.1. Pemanasan
Seperti halnya bakteri-bakteri lainnya, Salmonella dapat tumbuh pada kisaran suhu, pH, dan Aw yang lebih luas jika tumbuh pada substrat yang lebih baik. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5ºC sampai 45ºC-47ºC, dengan suhu optimum 35ºC-37ºC (Fardiaz, 1983).
Pemanasan yang direkomendasikan untuk menghancurkan bakteri Salmonella adalah suhu 66ºC selama paling sedikit 20 menit. Pemanasan merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk membunuh Salmonella. Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella di dalam makanan pada umumnya adalah paling sedikit 12 menit pada suhu 66ºC, atau selama 78-83 menit pada suhu 60ºC.
Hampir dapat dipastikan bahwa kontaminasi Salmonella terjadi pada saat pemotongan kodok. Juga ditekankan bahwa apabila Salmonella sudah terlanjur masuk ke dalam sumsum tulang atau ke dalam otot, maka tidak satu pun bahan kimia dengan dosis yang masih diizinkan yang dapat digunakan untuk menghilangkan bakteri Salmonella. Satu-satunya jalan untuk menghilangkan kontaminasi ini hanyalah memanasi paha kodok tersebut pada suhu 56ºC selama 1 jam atau 65ºC selama 10 menit dan Salmonella dapat dihilangkan dengan suhu pemanasan 70ºC-73ºC selama 7 menit pada kondisi vakum.
4.2. Pembekuan
Penurunan suhu paha kodok selama waktu pembekuan berlangsung melalui 3 tahap yakni : tahap pertama yaitu tahap pendinginan dimana suhu diturunkan hingga 0ºC, tahap kedua adalah tahap penahanan panas dimana ¾ bagian air yang terdapat dalam paha kodok dirubah menjadi es, dan tahap ketiga adalah terjadinya pembekuan lebih lanjut dari air yang masih tersisa. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhu sampai pada suhu pembekuan -28ºC adalah 2 – 5 jam.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pembekuan dapat mereduksi keadaan Salmonella pada paha kodok dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena proses pembekuan, akan terbentuk kristal es dalam paha kodok, kristal es ini kemudian akan merusakkan sel-sel bakteri. Juga akibat terbentuknya kristal tersebut maka sebagian air yang terdapat dalam sel bakteri akan tertarik keluar. Dengan pembekuan cepat maka kandungan bakteri Salmonella pada paha kodok dapat direduksi dengan jumlah yang cukup besar meskipun jumlahnya tidak secara keseluruhan terlihat seperti dalam Tabel 2.
Produk beku yang siap dipasarkan pada umumnya dibedakan atas 2 tipe penyajian, yaitu : “Coupe Yoga Style” dan “Coupe Parisiene Style”. Pada “Coupe Yoga Style”, paha kodok dibengkokkan dilutut dengan posisi silang bersilang, sedangkan “Coupe Parisiene Style” disajikan biasanya dengan posisi lutut dan paha lurus.
Supaya paha kodok tidak berubah warnanya selama penyimpanan suhu rendah, maka sebelum paha kodok dibekukan direndam dahulu pada larutan garam NaCl 25% dan 0,3% natrium sulfit dengan jumlah 1,5 liter larutan untuk 1 kg paha dan direndam selama 30 menit. Setelah paha kodok diangkat, direndam lagi pada larutan asam sitrat 0,3% selama 30 menit, suhu tetap dijaga agar dingin. Keuntungannya adalah selain warnanya putih kekuningan, baunya juga menjadi lebih baik.
Tabel 2. Jumlah kandungan Salmonella pada setiap paha kodok (per gram) baik yang sudah dibekukan maupun yang tidak dibekukan
Kontrol | Tidak Dibekukan | Dibekukan |
– – – – – – – – – – – – – | 550 550 12 130 35 80 25 55 20 25 Lebih 1800 Lebih 1800 1600 | 2 0 2 14 2 0 0 5 4 0 110 5 – |
4.3. Iradiasi
Studi tentang penggunaan radiasi untuk pengolahan ikan dan produk-produk perikanan telah dilakukan secara insentif oleh beberapa negara di dunia ini. Harikedua (1985) menyatakan bahwa dalam pengawetan pangan yang digunakan adalah radiasi pengion khususnya sinar gamma. Sebab sinar gamma mempunyai daya tembus yang lebih besar jika dibandingkan dengan sinar alfa dan beta.
Penggunaan sinar radiasi pada teknologi makanan terutama karena sifatnya yang dapat membunuh bakteri sehingga teknik ini dapat diharapkan memperpanjang daya simpan makanan tanpa merusak nilai organoleptiknya sehingga harga di pasar tetap tinggi.
Untuk paha kodok beku yang diradiasi kandungan Salmonella dengan dosis 400 Krad ampuh membunuh bakteri tersebut. Pada dosis 200 Krad pada minggu ke dua masih menunjukkan bakteri Salmonella positif, sedangkan pada dosis diatas 200 Krad tidak menunjukkan adanya hasil positif (Tabel 3). Dengan ditemukannya bakteri Salmonella, maka terjadi penurunan selama penyimpanan juga berarti pembekuan dapat menurunkan jumlah bakteri Salmonella.
Dengan radiasi sinar gamma terbukti dosis 600 Krad sudah dapat membunuh Salmonella sejumlah 106sel/ml pada paha kodok. Teknik ini ternyata sangat ampuh untuk membunuh bakteri ini pada produk tersebut.
Kombinasi perlakuan antara perendaman dengan larutan Natrium Hypokhlorit dan iradiasi dapat membunuh bateri Salmonella lexington pada paha kodok yang dibekukan.
Tabel 3. Jumlah Salmonella (sel/gram) pada paha kodok beku yang diradiasi
Dosis (Krad) | Minggu Pengamatan | ||||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | |
Kontrol | 4.104 | 25.103 | 14.102 | 320 | 280 | 0 | 0 |
200 | 11.102 | 690 | 130 | 0 | 0 | 0 | 0 |
400 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
600 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
800 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
4.4. Khlorinasi
Dengan tujuan untuk mendekontaminasi Salmonella pada paha kodok, telah dilakukan suatu percobaan penelitian tentang efektivitas larutan khlor dengan berbagai variasi kadar khlor dan waktu perendaman.
Kemungkinan besar sekali daging paha kodok akan dicemari oleh bakteri penyakit termasuk Salmonella pada sat penanganan, penyiangan, dan persiapan pembekuan. Dengan demikian perlakuan larutan garam dan senyawa yang mengandung khlor (misalnya natrium hypokhlorit) terbukti mampu mendeteksi dan mengenyahkan khlor (misalnya natrium hypokhlrit) terbukti mampu mendeteksi dan mengenyahkan bakteri tersebut. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Suparno dan Heruwati (1974), dengan perlakuan khlor yaitu kodok hidup direndam dalam larutan khlor 1000 ppm selama 10 menit sampai menjadi lemas, dipotong lalu dicuci dengan air bersih mengalir. Selanjutnya direndam dalam larutan khlor 500 ppm selama 15 mnit, dikuliti, dicuci dengan air bersih yang mengandung khlor 20 ppm, ditiriskan dan akhirnya dibekukan.
Setelah pencucian, paha kodok harus didesinfeksi dalam larutan khlor 20 ppm yang mengandung garam NaCl 3% dalam keadaan dingin (dengan menambahkan sejumlah es hancuran) selama 20 menit. Selama perendaman dalam larutan didesinfeksi, paha kodok harus dibersihkan dari sisa darah dan daging yang menempel dari sisa pemotongan.
Khlorinasi adalah salah satu cara konvensional yang dapat digunakan untuk memusnahkan bakteri Salmonella pada paha kodok. Perendaman dalam larutan khlor dengan konsentrasi 200 ppm merupakan cara yang lebih efesien.
Lebih baik bila paha kodok dicuci lagi dengan air yang mengandung khlor 10 ppm setelah proses pencucian sebelumnya dengan aksud untuk menghilangkan bau khlor.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada makalah ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
– Pada penanganan paha kodok masalah utama yang dihadapi adalah tingginya kandungan bakteri, khususnya bakteri Salmonella. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, semakin kotor lingkungan semakin tinggi pula kandungan bakteri tersebut.
– Dari hasil-hasil yang telah dilakukan oleh para peneliti ternyata kodok hidup mengandung bakteri Salmonella terutama pada organ-organ kulit dan intestinnya, sehingga apabila dengan penanganan yang kurang baik sejak penangkapan, pngkulitan, pencucian, dan pembekuan maka paha kodok beku yang nantinya akan di ekspor sudah dikontaminasi oleh bakteri khususnya Salmonella.
– Dengan mendekontaminasi bakteri Salmnella pada paha kodok maka cara perlakuan pemanasan, pembekuan, iradiasi, dan khlorinasi sudah bisa mengenyahkan dan membunuh bakteri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1988. Kelangsungan Ekspor Kodok Diharapkan Dari Budidaya. Warta Mina. No. 12, Tahun ke-1.
Anonimous, 1993. Pedoman Teknis Pemanfaatan dan Pengelolaan Paha Kodok Beku. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan. Jakarta.
Buckle, K.A., Fleet, G.H., Edward, R.A., Wootn, M., 1987. Ilmu Pangan Penerjemah. Hari Purwanto dan Adiono. U.I. Press. Jakarta.
Fardiaz, S., 1983. Keamanan Pangan I Bakteriologi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Harikedua, J.W., 1985. Dasar-Dasar Pengawetan dan Pengolahan Pangan. Fakultas Perikanan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Heruwati, E.S., dan Peranginangin, R., 1976. Efektivitas Perlakuan Larutan Khlor Untuk Mendekontaminasi Salmonella Pada Paha Kodok. Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan. No.1. Hal 1-9.
Ilyas, S., 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. C.V. Paripurna. Jakarta.
Peranginangin, R., dan Tambunan, P.R., 1982. Penggunaan Radiasi Untuk Dekontaminasi Salmonella Dari Paha Kodok. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan. No. 20.Hal 15-18.
Poerwadi, 1988. Cara Pengolahan Kodok Beku. Kumpulan Hasil Penelitian. Teknologi Pasca Panen Perikanan. Balai Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta. Hal 10-13.
Rahayu, S., 1986. Penghambat Salmonella lexington Dengan Ekstrak Metabolik Streptococcus lactis. Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan. No. 1. Hal 13-17.
Soetanto, A., dan Poerwadi., 1979. Pengaruh Pembekuan Terhadap Kandungan Salmonella Paha Kodok. Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan. No.1. Hal 29-36.
Suparno., dan Heruwati, E.S., 1974. Pengamatan Bakteriologis Terhadap Raw Material, Cara Penanganan, dan Pengolahan Paha Jodok Beku. Laporan Penelitian Lembaga Teknologi Perikanan. No.2. Hal 13-26.
Susanto, H., 1989. Budidaya Kodok Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tambunan, P.R., 1985. Beberapa Persyaratan Penting Pada Pengolahan Paha Kodok Beku Ekspor. Petunjuk Teknis Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. No.12-13. Tahun IV. Hal 9-14.
Tambunan, .R., dan Poerwadi., 1975. Pengamatan Adanya Bakteri Salmonella Pada Paha Kodok Hidup, Percobaan Dengan Karantina, dan Kodok Yang Dipotong Secara Komersiil. Jurnal Penelitian Teknologi Hasil Perikanan. No 1. Hal 51-61.
Tambunan, P.R., dan Poerwadi., 1982. Dekontaminasi Salmonella lexington Dengan Kombinasi Perendaman Dalam Larutan Natrium Hypokhlorit dan Radiasi Sinar Gamma Pada Paha Kodok Beku. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan. No. 19. Hal 13-16.
Winarno, F.G., dan Jenie, B.S.L., 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. IPB.
Langganan:
Postingan (Atom)